XtGem Forum catalog


Rabu, 03 Oktober 2012


MAHASISWA: TERTIBKAN TERLEBIH DAHULU BUDAYA COPY PASTE


Para mahasiswa mulai buka suara mengenai kebijakan baru Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan terkait kewajiban publikasi karya ilmiah sebagai syarat lulus S-1, S-2, dan S-3. Sejumlah mahasiswa di Malang, Jawa Timur, berpendapat, kebijakan ini rawan plagiat. Mereka menyarankan, hal yang harus ditertibkan terlebih dahulu adalah "budaya copy paste" yang dinilai marak dilakukan mahasiswa. "Secara substansi, kewajiban membuat karya ilmiah yang harus dimuat di jurnal itu bagus.

Tapi akan rawan plagiat atau karya karbitan alias copy paste," jelas Didit Sholeh, salah satu mahasiswa Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP), Jurusan Bahasa Inggris, Universitas Islam Malang (Unisma), kepada Kompas.com, Minggu (19/2/2012). Menurut mahasiswa yang saat ini menjabat sebagai Koordinator Malang Corruption Watch (MCW) ini, ada banyak kesulitan yang akan dihadapi mahasiswa dan juga kampus, untuk menerapkan program Dikti itu. Oleh karena itu, menurutnya, Dikti harus menyusun mikanismenya dengan baik. "Mahasiswa akan kesulitan karena belum terbiasa membuat karya ilmiah. Kedua, tantangan berat bagi dosen pembimbing. Mahasiswa bisame minta bantuan kepada dosen pembimbing, dan hal itu akan terjadi transaksional dengan mahasiswa agar dibuatin karya ilmiah," katanya. Ia berpendapat, kebijakan ini akan membuka peluang "kongkalikong" dengan dosen pembimbing atau pihak lain yang sudah berpengalaman membuat karya ilmiah. Hal ini akan menyebabkan karya yang dibuat tak terjamin orisinalitasnya. "Kalau terjadi hal demikian, maka sia-sia program Dikti itu.

Praktik seperti ini harus segera diantisipasi sebelum program diterapkan," ujar Didit. Didit menyarankan, kalau program tersebut sudah terealisasi, jurnal ilmiah itu tidak hanya dipajang di perpustakaan kampus. Tetapi, dipublikasikan secara baik dan menyentuh banyak mahasiswa atau publik secara umum. "Karena program Dikti itu salah satunya untuk peningkatan kualitas mahasiswa. Saran saya, dan mewakili mahasiswa lainnya di Malang, budaya copy paste itu harus diantisipasi sebelumnya," harapnya. Sementara itu, menurut Sahmawi, mahasiswa Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang, program Dikti memang bagus. Hanya saja, kata dia, jika tersistematis, maka akan menimbulkan protes banyak mahasiswa. "Karena jurnal yang ada di kampus perlu dipertanyakan kualitasnya juga. Program itu bisa menjadi lahan basah bagi para dosen. Apalagi saat ini minim sekali mahasiswa yang idealis, banyak yang pragmatis," paparnya.